Rabu,
02 April 2014 di salah satu perempatan di Kota Yogyakarta saya
menemukan sebuah hal yang begitu memprihatinkan. Saat itu saya sedang
dalam perjalanan menuju kost salah satu teman saya. Singkat cerita di
sebuah perempatan bertepatan dengan nyala lampu merah saya melihat anak
kecil. Umur anak tersebut mungkin sekitar 7-8 tahun. Dengan bermodal
plastik putih transparan dia menghampiri
dan berkata "Pak, minta uangnya Pak. Buat biaya sekolah". Saya pun
langsung merogoh uang di saku saya dan memberikannya pada anak tersebut.
"Terimakasih Pak", jawab anak itu serambi berjalan menghampiri pengguna
jalan lainnya.
Terlintas banyak pertanyaan di benak saya saat itu. Rasa miris menghinggapi hati bersama rasa iba yang mengikuti menyusup ke dalam nurani. Waktu itu saya lihat hanya ada beberapa uang receh Rp.500 yang ada di dalam plastik genggamannya. Mungkin jika dijumlahkan semuanya tak lebih dari Rp.5000. Tersentak batin ini ketika melihat anak tersebut menghampiri wanita separuh baya di seberang jalan. Tanpa berkata apa-apa langsung saja anak itu memberikan plastik berisi uang kepadanya dengan senyum yang begitu tulus. Saya berpikir itu adalah ibunya. "Ibu macam apa itu?". Pertanyaan tersebut yang selanjutnya menyeruak di kepala saya. Di saat anaknya meminta-minta mengais rizki di tengah jalan, berjalan menghampiri setiap pengguna jalan, berbalut debu jalanan serta disengat terik siang sedangkan Ibunya justru duduk manis di seberang jalan serambi sesekali menyeruput seplastik es teh di genggamannya.
Di sepanjang jalan, yang ada di pikiran saya masih saja tentang anak itu. Terlintas pikiran, waktu itu dia bilang untuk biaya sekolah. Padahal saat itu pukul jam 10:00 WIB, bukankah saat itu adalah waktu jam sekolah?. Entahlah, saya tidak mempermasalahkan anak itu bohong atau tidak. Melihat keluguan dan kepolosannya, saya rasa jika dia bohong itu semua adalah Ibunya yang mengajari. Yang jelas, jika memang wanita itu adalah Ibu kandungnya, maka Ibu tersebut adalah Ibu yang tidak bertanggung jawab. Seorang Ibu yang telah merenggut masa depan anaknya sendiri. Dalam hati, saya hanya bisa berdoa "Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Ibu tersebut. Jadikanlah anak itu menjadi anak yang sholeh, terangilah masa depannya dan lindungilah setiap jengkal langkahnya. Bukakan lebar-lebar pintu rizkinya dan jadikanlah dia penghuni surga-Mu. Aamiin"
Saya yakin masih banyak anak-anak di luar sana yang nasibnya tidak jauh beda dengan anak yang saya ceritakan. Secerca penerus Bangsa yang teraniaya oleh ulah para Pemimpinnya. Pemimpin-pemimpin korup yang tak tahu malu. Dimana UUD yang dengan jelas menyatakan anak-anak terlantar dipelihara Negara? Kami tunggu janji-janjimu di orasi-orasi kampanyemu.
Terlintas banyak pertanyaan di benak saya saat itu. Rasa miris menghinggapi hati bersama rasa iba yang mengikuti menyusup ke dalam nurani. Waktu itu saya lihat hanya ada beberapa uang receh Rp.500 yang ada di dalam plastik genggamannya. Mungkin jika dijumlahkan semuanya tak lebih dari Rp.5000. Tersentak batin ini ketika melihat anak tersebut menghampiri wanita separuh baya di seberang jalan. Tanpa berkata apa-apa langsung saja anak itu memberikan plastik berisi uang kepadanya dengan senyum yang begitu tulus. Saya berpikir itu adalah ibunya. "Ibu macam apa itu?". Pertanyaan tersebut yang selanjutnya menyeruak di kepala saya. Di saat anaknya meminta-minta mengais rizki di tengah jalan, berjalan menghampiri setiap pengguna jalan, berbalut debu jalanan serta disengat terik siang sedangkan Ibunya justru duduk manis di seberang jalan serambi sesekali menyeruput seplastik es teh di genggamannya.
Di sepanjang jalan, yang ada di pikiran saya masih saja tentang anak itu. Terlintas pikiran, waktu itu dia bilang untuk biaya sekolah. Padahal saat itu pukul jam 10:00 WIB, bukankah saat itu adalah waktu jam sekolah?. Entahlah, saya tidak mempermasalahkan anak itu bohong atau tidak. Melihat keluguan dan kepolosannya, saya rasa jika dia bohong itu semua adalah Ibunya yang mengajari. Yang jelas, jika memang wanita itu adalah Ibu kandungnya, maka Ibu tersebut adalah Ibu yang tidak bertanggung jawab. Seorang Ibu yang telah merenggut masa depan anaknya sendiri. Dalam hati, saya hanya bisa berdoa "Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Ibu tersebut. Jadikanlah anak itu menjadi anak yang sholeh, terangilah masa depannya dan lindungilah setiap jengkal langkahnya. Bukakan lebar-lebar pintu rizkinya dan jadikanlah dia penghuni surga-Mu. Aamiin"
Saya yakin masih banyak anak-anak di luar sana yang nasibnya tidak jauh beda dengan anak yang saya ceritakan. Secerca penerus Bangsa yang teraniaya oleh ulah para Pemimpinnya. Pemimpin-pemimpin korup yang tak tahu malu. Dimana UUD yang dengan jelas menyatakan anak-anak terlantar dipelihara Negara? Kami tunggu janji-janjimu di orasi-orasi kampanyemu.
Jika menurut kalian, artikel ini
bermanfaat. Silahkan di-share untuk teman Anda, sahabat Anda, keluarga
Anda, atau bahkan orang yang tidak Anda kenal sekalipun. Setelah
membaca, saya harap juga bisa meninggalkan komentar serta like fans page
kehidupan tanpa batas. Semoga Anda juga mendapatkan balasan pahala
yang berlimpah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
“Barangsiapa yg memberi petunjuk atas kebaikan, maka baginya adalah pahala seperti orang yg melakukan kebaikan itu.” (HR Muslim)
“Barangsiapa yg memberi petunjuk atas kebaikan, maka baginya adalah pahala seperti orang yg melakukan kebaikan itu.” (HR Muslim)
0 komentar:
Post a Comment